Komisi I Minta Pemerintah Evaluasi Proses Pembebasan Teroris

Anggota Komisi I Charles Honoris menyayangkan kasus penyanderaan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia di wilayah perairan Filipina kembali terjadi. Pemerintah diminta untuk meninjau kembali penanganan penyanderaan yang selama ini dilakukan.
"Kita prihatin ini terjadi lagi, artinya kita harus tinjau kembali penanganan selama ini apa efektif," kata Charles saat dihubungi, Jumat (24/6/2016).
Politikus PDI Perjuangan itu menilai, berulangnya kasus penyanderaan WNI Indonesia di negara lain disebabkan oleh kebijakan pemenuhan untuk membayar uang tebusan. Menurutnya kebijakan tersebut perlu dievaluasi kembali.
Sebab, hal itu bisa jadi kemungkinan pihak pemberontak atau ekstrim diluar menjadi ketagihan untuk melakukan hal yang sama dimasa akan datang. Sehingga, hal itu secara tidak langsung akan mengancam keselamatan WNI dari aksi penculikan.
"Yang soal pembayaran sandera ini, apakah kebijakan seperti ini perlu dievaluasi karena ini kembali terulang," ungkap dia.
Charles mengerti bahwa cara tersebut akan menjamin keselamatan para sandera. Tetapi, dengan memenuhi tuntutan para penyandera justru dianggap sebagai cara yang tidak tepat untuk membebaskan para sandera.
Bahkan, charles menganggap bahwa cara membayar dengan uang tebusan dianggap sebagai presiden yang buruk bagi negara Indonesia. Pemerintah, tegas Charles, tidak boleh tunduk terhadap permintaan para teroris tersebut.
"Negara tidak boleh tunduk terhadap teroris, negara harus beri tekanan yang lebih kepada Filipina," tegas dia.
Selain itu, dirinya menyarankan agar pemerintah untuk dapat segera mendesak pihak Filipina untuk fokus menangani aksi kelompok ekstrimisme yang terjadi di negaranya. Sehingga, kejadian serupa tidak terjadi lagi dimasa akan datang.
"Kalau mereka tidak bisa menangani sendiri, TNI maupun kemanan dari negara lain saya rasa berkenan membantu," ujar dia.
Sumber : metrotvnews