Penyanderaan Berulang Akibat Pembayaran Uang Tebusan

redpassion_large

Anggota Komisi Pertahanan Charles Honoris meminta pemerintah setia pada prinsip yang tak akan membayar tebusan untuk sandera warga negara Indonesia. Menebus sandera dengan uang, katanya, hanya akan mendorong terulangnya kasus yang sama.

"Kejadian penyanderaan terjadi berulang kali, pemicunya ada pembayaran. Akhirnya terbukti berulang lagi," ujar Charles di Kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta, Senin, 1 Agustus 2016.

Indonesia, kata Charles, belum resmi menandatangi konvensi internasional terkait pembajakan dan penyanderaan warga negara. "Namanya International Convention Against the Takings of Hostages, dibuat pada 1979."

Poin penting konvensi tersebut, ujar Charles, adalah komitmen negara agar tak membayar tebusan atas warga negara yang disandera. Namun negara yang bersangkutan harus tetap melakukan segala upaya untuk pencegahan dan pembebasan, bila terjadi penyanderaan di teritori mereka.

"Untuk Indonesia saya rasa ada kebutuhan untuk cepat meratifikasi (konvensi itu), karena ada di wilayah yang rawan terhadap pembajakan," kata Charles.

Data International Maritime Bureau (IMB), ujar Charles, menunjukkan sedikitnya bisa ada 150 kasus pembajakan kapal terjadi di Asia Tenggara dalam setahun. "Pembajakan memang tak selalu terkait penyanderaan, tapi sering terjadi."

Komisi Pertahanan DPR, menurutnya sudah berulang kali mendorong Kemlu membahas lagi konvensi internasional tersebut, sekaligus menjadikannya program legislasi nasional prioritas. 

"Saya sempat komunikasi dgn Menlu. Pada forum ASEAN Foreign Ministers' Meeting kemarin, saya sarankan Indonesia menjadi inisiator terbangunnya suatu kerangka hukum, terkait 'piracy' (pembajakan)," kata dia.

Hal itu, menurutnya akan membantu mengatur segala rinci pencegahan dan pemberantasan aksi pembajakan, dan penyanderaan di laut.

Pemerintah, saat ini menghadapi dua kasus penyanderaan WNI. Yang pertama terjadi pada 21 Juni lalu, terhadap 7 awak kapal Charles 001 milik perusahaan pelayaran di Samarinda. Yang kedua terjadi di perairan Lahad Datu, Sabah, Malaysia pada 8 Juli, terhadap 3 awak kapal ikan berbendera Malaysia. Total ada 10 WNI yang menjadi sandera. 

Sumber : tempo.co