Charles Honoris Yakin Australia Bisa Pahami Darurat Narkoba di Indonesia

Keputusan Pemerintah Indonesia diyakini tidak akan berubah dan tetap konsisten menjalankan eksekusi mati terhadap dua warga Australia, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Andrew Chan dan Myuran Sukumaran merupakan gembong narkoba yang beranggotakan sembilan warga Australia. Mereka menamakan diri kelompok Bali Nine. Pada tahun 2005, mereka ditangkap di Bali karena menyelundupkan 8,3 kg heroin yang dibawa dari Australia.
Menurut anggota Komisi I DPR RI, Charles Honoris, sikap Presiden Jokowi dalam memerangi narkoba sudah jelas dan tegas. Politisi muda PDI Perjuangan ini juga meyakini kalau rakyat Indonesia mendukung ketegasan Presiden Jokowi tersebut karena narkoba telah memakan banyak korban.
Charles mengatakan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Bahkan dia memprediksikan jumlah pengguna narkoba di Indonesia di tahun 2015 ini mencapai angka 5,8 juta jiwa. Sedangkan berdasarkan data setiap harinya 40 hingga 50 orang meninggal dunia akibat mengkonsumsi narkoba.
"Jadi melihat kerugian yang tak terhingga yang ditimbulkan dari narkoba yang merusak generasi bangsa, pemerintah tak memberi ampun terhadap terpidana mati kasus narkoba," kata Charles Honoris kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (14/2) menyikapi rencana eksekusi mati berikutnya terhadap terpidana mati narkoba, yang dua diantaranya adalah warga Australia tersebut.
Pemerintah Australia lewat Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop meminta kepada pemerintah Indonesia untuk tidak mengeksekusi mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Bahkan kalau sampai presiden Jokowi mengeksekusi mati kedua warga Australia, Bishop mengancam akan memboikot Indonesia dengan melarang warganya berkunjung ke Bali dan daerah lainnya. Julie sendiri merasa yakin kalau warga Australia juga tidak mendukung eksekusi mati tersebut.
Terkait dengan ancaman itu, Charles menegaskan kalau pemerintah Indonesia tidak perlu khawatir dan terpengaruh terhadap ancaman itu.
"Pemerintah harus konsisten menjalankan hukuman mati terhadap kelompok Bali Nine. Dan tentunya siap menghadapi konsekuensi dari keputusan itu. Dan saya punya keyakinan penuh Kementerian Luar Negeri kita melalui perwakilannya di Australia dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat di sana mengenai kondisi darurat narkoba yang terjadi di Indonesia," kata Charles.
Soal protes tersebut menurutnya sebenarnya bukan untuk pertama kali terjadi. Sebelum eksekusi mati terhadap enam terpidana mati kasus narkoba baru-baru ini pemerintah Brazil dan Belanda menyampaikan protes. Bahkan Presiden Brazil Dilma Rousseff menelefon Presiden Jokowi agar warganya yakni Marco Archer Cardoso Moreira tidak dieksekusi. Namun presiden Jokowi menolak dan eksekusi tetap dilaksanakan terhadap Marco. Begitu juga dengan Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koeders melayangkan protes karena salah satu dari enam terpidana mati adalah warganya, Ang Kim Soei. Namun protes Bert pun kandas.
"Walaupun menjadi kontroversi di Australia, saya yakin bahwa pemerintah dan rakyat Australia akan bisa memahami dan menghormati hukum yang berlaku di Indonesia. Apalagi terjadi darurat narkoba di Indonesia. Ini adalah momentum bagi Indonesia untuk mengambil peran besar di panggung dunia dalam perang melawan narkoba," demikian Charles.